Skip to content Skip to footer

Menjadi Audiophile Sejati: Mengenal tentang Digital to Analog Converter

Mungkin kita nggak pernah sadar kalau dalam keseharian kita pasti bersenggolan dengan DAC, atau Digital to Analog Converter. DAC Adalah sebuah peranti keras yang tugasnya nanti akan menyalurkan sinyal tersebut menjadi aliran listrik yang menggerakkan pengeras suara di dalam headphone, earphone, dan speaker dimana tugasnya adalah mengkonversi sinyal audio digital atau dalam kata lain meng-encode kode binari yang dikumpulkan dalam satu bentuk file seperti MP3 menjadi sinyal audio analog, karena pendengaran manusia tidak bisa menerima sinyal digital. Jadi rangkaiannya adalah dari sinyal digital diterjemahkan menjadi sinyal analog yang isinya adalah aliran listrik, kemudian aliran tersebut menggerakkan speaker yang menghasilkan suara, dan suara itu yang bisa didengar melalui apapun pengeras suaranya.

(image source: CHORD)

Adanya DAC sendiri karena terdapat sebuah transfer file yaitu rekaman suara analog atau suara yang bisa didengar manusia menjadi sebuah sinyal digital yang nantinya di-encode, untuk bisa ditransfer antar perangkat elektronik. Untuk mendegarkan suara yang direkam tadi, maka kita membutuhkan DAC sebagai penerjemahnya. Agak bingung ya? Tenang, kamerad, singkatnya adalah DAC merupakan penghubung file digital agar bisa terdengar oleh manusia. Karena mustahil manusia bisa mendegarkan sinyal digital, maka memerlukan DAC untuk mendegarkannya. Mendengarkan suara hatimu aja tidak bisa, apalagi mendengarkan sinyal digital.

Hal seribet dan sekompleks itu ternyata ada di kehidupan kita sehari-hari loh. Khususnya ketika kita mendegarkan layanan musik daring seperti spotify melalui ponsel atau laptop menggunakan earphone yang kita dengarkan sebenarnya adalah suara digital yang sudah diterjemahkan.

Saking pentingnya DAC ini dalam dunia audio, banyak audiophile yang bilang bahwa DAC adalah salah satu penentu bagus atau tidaknya kualitas suara yang dikeluarkan. Maka tidak jarang para penikmat audio yang sudah die hard ini sering menambahkan DAC tambahan pada peranti audionya guna meningkatkan kualitas audio yang dihasilkan, khususnya DAC eksternal, atau tambahan, dimana hal ini dibagi menjadi tiga yaitu: Dongle DAC, Portable DAC, dan Desktop DAC. Mari kita simak ketiga spesimen tersebut apa aja sih tupoksinya dalam dunia audio. Here we go!

Dongle DAC

(photo source: Hidizs)

Peranti yang satu ini adalah yang terbaru dari keluarga DAC. Memenuhi kebutuhan para penikmat audio yang mobile dan untuk earphone maupun headphone berimpendansi rendah. Dongle DAC ini tidak memerlukan baterai sebagai sumber kekuatannya, hanya memerlukan aliran listrik yang tersedia di digital output USB pada ponsel maupun laptop anda. Tidak jarang pula di dalam dongle DAC ini sudah tersematkan chip op amp untuk memberikan arus listrik yang besar untuk headphone anda untuk mendukung earphone maupun headphone yang membutuhkan power lebih seperti Centrance DACport HD, Tempotec Sonata E44, Hidisz S9 Pro, Astell & Kern PEE51, dan masih banyak lagi. Pada awalnya dongle DAC ini diciptakan karena tren ponsel pintar sudah meninggalkan colokan jack sebagai efisiensi konstruksi internalnya. Adanya jack output ini mengindikasikan bahwa ada DAC di dalam ponsel untuk disambungkan ke earphone. Dengan hilangnya output jack pada ponsel maka membuatnya terkenal di kalangan audiophile dengan portable garis keras karena kepraktisannya, plug and play.

Portable DAC

(photo source: IFI)

Sebelumnya kita membahas dongle DAC yang secara harfiah dan bentuknya bisa disebut portable DAC, namun di sini kita bedakan bahwa Portable DAC adalah DAC yang memiliki sumber tenaga sendiri yaitu baterai yang tertanam di dalamnya, berbeda dengan dongle DAC yang tidak memiliki sumber tenaga sendiri. Para sobat audiophile pasti punya portable DAC, bahkan lebih dari satu, alasannya karena portable DAC memberikan kualitas suara yang sempurna dan mampu memberikan tenaga yang lebih untuk memainkan musik melalui earphone dan headphone yang sangat membutuhkan tenaga. Dari segi fungsinya portable DAC masih sama dengan dongle namun yang membedakan adalah sumber tenaga dan fitur-fitur lainnya yang disematkan karena tidak begitu mengejar bentuk yang kecil dan compact. Contohnya adalah IFI Hip Dac 2 yang mampu menghantarkan arus sebesar 400mW pada 32ohm headphone, menambahkan fitur PowerMatch bagi yang menbutuhkan power yang kecil maupun besar, serta XBass untuk mendongkrak bagian frekuensi bawah atau bass. Atau FIIO BTR5 yang memiliki dua pilihan output 3.5mm dan 2.5mm balanced, Bluetooth 5.0, fitur NFC, Dual DAC Chip,  dan microphone. Jika kita mengabaikan bentuk yang lebih besar namun dengan kompensasi fitur yang lebih banyak serta tenaga yang jauh lebih besar maka portable DAC sangat cocok untuk lo!

Desktop DAC

(photo source: Burson Audio)

Untuk Audiophile bermahzab Home Audio yang memutar musiknya berbentuk file digital maka DAC hukumnya adalah Fardu Ain. Setelah set-up ruangan didesain sedemikian rupa dengan memperhatikan struktur akustik, serta menempatkan speaker pada posisi yang pas maka DAC dalah faktor krusial untuk bagaimana mendapatkan pengalaman mendengarkan musik yang hakiki. Dari segi bentuk tentu tidak perlu dibahas lebih dalam karena sudah pasti bentuknya lebih besar, serta sumber tenaganya sudah pasti melalui colokan power supply sendiri, tinggal sambungkan ke stop kontak rumah. Banyak fitur yang ditambahkan di sini yang menjadikan desktop DAC lebih liar lagi dalam menunjukkan kemampuannya. Burson Conductor 3 Performance contohnya, mampu memberikan playback yang akurat pada file audio hingga DSD 512 dan 32bit/768khz, sudah memiliki Bluetooth 5.0, di dalamnya pun sudah tertanam amplifier sendiri bahkan kita bisa mengganti chip op amp sesuai suara yang kita inginkan, pilihan outputnya ada RCA untuk preamp, RCA untk DAC, dan 6.5mm headphone, memiliki remote untuk kendali jarak jauh, dan mampu memberikan power sebesar 4 watt untuk headphone 16 ohm. Desktop DAC yang baik mungkin satu-satunya yang kamu perlukan untuk mendengarkan musik favorit lo sambil bersantai di sofa dan menikmati minuman kesukaan lo tanpa harus memikirkan kekurangan tenaga untuk nge-drive headphone

Artikel ini disusun oleh guest writer kita, @prawirast