Skip to content Skip to footer

Mitos atau Fakta: Apakah Memakai Pakaian Lebih Lama Bisa Menyelamatkan Bumi?

Pernah gak kalian berpikir, “Kayaknya bagus kalau gue punya 10 baju biar gampang dipadu-padanin dengan yang lain.” Apalagi kalau baju yang lagi diincar diskon besar-besaran. Pasti makin tergugah buat beli. Eh ternyata setelah dibeli, bajunya cuma dipakai tiga atau empat kali dan terlupakan setelahnya. Kejadian ini banyak terjadi di Indonesia bahkan dunia akibat dampak industri fashion dan kebiasaan berbelanja yang kita punya.

Tahu gak sih industri fashion menyumbang sekitar 10% dari emisi karbon dan hampir 20% air limbah. Sekarang, dampak lingkungannya mulai terasa, seperti pemanasan global dan pencairan es di kutub utara. Sejak beberapa bulan kemarin kutub utara untuk pertama kalinya tidak punya kemampuan untuk membekukan es di musim panas karena suhu di sana mencapai 10 derajat celcius, yang mana tertinggi sepanjang sejarah. Bahkan, tingkat es di kutub utara menjadi yang terendah selama 40 tahun terakhir.

Disamping itu, yang membuat industri fashion menjadi sangat problematis karena kebutuhan industri itu sendiri. Konsumen “dipaksa” untuk membeli pakaian tiap musim untuk tetap terlihat trendy dan stylish.

Pakaian-pakaian ini tentu membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit. Ambil contoh jeans. Untuk membuat satu buah jeans middleweight, dibutuhkan sekitar 1 kg katun. Satu kilogram katun ini membutuhkan siktar 7.500-10.000 liter air dari benih sampai siap dipanen. Jika dikonversi, air tersebut bisa digunakan untuk minum satu orang selama 10 tahun.

Masalah lain adalah elastane. Bahan ini digunakan agar jeans punya karakter elastis sehingga jeans menjadi lebih nyaman digunakan. Elastane dibuat dari plastik, yang mana plastik akan membuat jeans lebih susah untuk didaur ulang apalagi elastane ini sudah bercampur dengan katun pada jeans. Penelitian lain di India, jeans dengan 2% elastane menghasilkan 7 kg emisi karbon lebih banyak dibanding jeans tanpa elastane.

Levi’s mengestimasi 1 jeans yang mereka produksi akan menghasilkan 33,4 kg karbon dioksida dalam satu siklus produksi mulai dari pembuatan benang sampai jeans sampai di tangan konsumen. Emisi karbon dioksida ini setara dengan berkendara sekitar 111 kilometer. Sepertiga dari emisi ini dihasilkan cuma dari produksi benang sampai denimnya.

Mengerikan? Banget. Bayangkan di kondisi sekarang ini pohon semakin banyak ditebang untuk kebutuhkan industri lain, sedangkan karbon dioksida adalah penyumbang gas rumah kaca paling tinggi. Apakah semua dampak tersebut bisa dikurangi? Bisa, tapi tidak signifikan. Contohnya dengan penggunaan lebih sedikit air saat proses pembuatan jeans seperti tidak melakukan pre-washing, bleaching, dan lain-lain.

Lalu siapa yang bisa secara signifikan mengurangi dampak-dampak tersebut? Kita sebagai konsumen. Misalnya mengenai elastane, pilih produk yang tidak mengandung elastane sehingga emisi karbon dapat berkurang. Hal lain yang bisa dilakukan adalah membeli pakaian dari merek yang secara aktif melakukan daur ulang terhadap produk-produk mereka yang didukung oleh konsumen yang juga harus membantu menyerahkan pakaian yang sudah tidak terpakai kepada produsen untuk didaur ulang.

Cara lain adalah menggunakan pakaian yang ringan sehingga kebutuhan sumber daya untuk memproduksi pakaian tersebut berkurang. Jika dihitung dari satu pakaian mungkin tidak akan berpengaruh banyak, tapi bayangkan jika jutaan orang melakukannya.

Cara simpel lain yang sangat efektif adalah membatasi konsumsi pakaian. Cara ini bisa dimulai dari membeli pakaian hanya jika dibutuhkan dan hanya membeli yang masa pakainya lama. Penelitian World Bank di beberapa negara, sekitar 40% pakaian yang dibeli tidak pernah dipakai. Seberapa banyak kita memakai pakaian kita sangat berpengaruh terhadap sumlah emisi karbon.

Studi oleh Chalmers Institute of Technology di Swedia menemukan bahwa kaos berbahan katun melepaskan emisi yang setara dengan 2 kilogram karbon dioksida, sedangkan gaun berbahan polyester melepaskan emisi yang setara dengan 17 kilogram karbon dioksida. Mereka mengestimasi rata-rata penggunaan satu kaos hanya 22 kali dalam setahun. Bayangkan jika kaos tersebut digunakan minimal 70 kali atau lebih dan hal yang sama dilakukan oleh jutaan orang lainnya?



Mengubah kebiasaan memang tidak mudah. Kita sebagai konsumen harus mulai menghargai pakaian yang kita punya. Melepaskan mindset konsumtif bisa dilakukan jika kita sadar akan akar permasalahan dan dampak yang ditimbulkan. Bukan masalah untuk menggunakan pakaian beberapa tahun lebih lama. Hal ini juga akan mendorong perusahaan garmen mengubah sistem produksi mereka menjadi lebih lambat sehingga memaksa mereka melakukan inovasi di bidang sustainability. Dampak lingkungan pun bisa berkurang secara bertahap.

Kesimpulannya: FAKTA. Bagaimana menurut kalian?